![]() |
Pulau Pasumpahan |
Sebelum saya mulai dengan cerita ini, saya akan share kalo tulisan ini juga sudah pernah di posting di tahun 2015 silam. Namun dengan sedikit pembaharuan tanpa menghilangkan tulisan yang lama, akhirnya tulisan ini kembali di revisi dengan berbagai penambahan yang sempat saya tuliskan juga di buku pertama saya “Catatan Si Tukang Jalan”.. Selain itu tulisan ini juga sudah sempat di terbitkan di website infosumbar.net dengan judul “Pulau Pasumpahan, Awal Mula Kisah Si Anak Durhaka”. Kalo sudah selesai berbasa-basinya langsung saja kita mulai ceritanya ya...
Apa yang pertama kali terlintas dibenak anda, ketika mendengarkan kata Pasumpahan? Kalo anda cermati dengan seksama ada kata “sumpah” yang terkandung didalamnya. Pasti anda akan bertanya- tanya apa sebenarnya makna dibalik kata Pasumpahan ini?
Info yang saya peroleh langsung dari Pak Ali, warga setempat yang kebetulan juga mengantarkan saya beserta rekan-rekan berekreasi ke pulau ini, bahwasanya dongeng yang sempat menjadi penghantar tidur dikala kecil dulu, tentang kedurhakaan seorang anak yang tidak mau mengakui keberadaan Ibu kandung yang telah melahirkan nya, ketika ia telah menjadi saudagar kaya, terjadi disini.
Kekayaan dan kesombongannya membuat ia malu mengakui Ibu kandungnya yang sudah tua renta dengan penampilan yang lusuh dan tak terurus. Diakhir cerita si Ibu yang malang menjadi murka dan menyumpahi (mengutuk) sang putra semata wayang menjadi batu. Pasti anda sudah mengetahui dongeng apa yang saya maksud?
Ini dia, kenapa pulau ini dinamakan Pasumpahan. Konon katanya bukit yang berada di pulau ini mirip dengan orang yang sedang sujud yang tak lain dan tak bukan merupakan jelmaan dari sang anak durhaka “Malin Kundang”.
Awalnya saya sama sekali nggak pernah kepikiran untuk melakukan perjalanan dan camping di Pulau Pasumpahan. Bahkan mendengar namanya pun bisa dibilang tidak pernah. Namun saat itu Taufik, teman saya yang bekerja di salah satu Lembaga Keuangan mengajak saya untuk menikmati keindahan pulau ini dengan salah satu temannya Witri yang saat itu sudah dikonfirmasi jauh hari sebelumnya. Kebetulan saat itu Witri sedang berada di Padang karena ada jadwal kuliah. Tanpa fikir panjang saya langsung meng-iyakan ajakan tersebut. Lumayan kan bisa nambah kenalan sambil menikmati suasana pulau.
![]() |
Kebersamaan Di Pulau Pasumpahan |
Saat itu Sabtu pagi , saya dan Taufik memulai perjalanan dari Kota Bukittinggi menuju Padang dengan menggunakan sepeda motor matic biru dengan tenaga ala kadarnya. Sempat ragu dengan kendaraan ini, karena berjalan di jalan yang lurus saja sudah ngos-ngosan, apalagi di medan yang sama sekali belum diketahui. Tapi mau gimana lagi, Cuma ini satu-satunya kendaraan yang bisa diandalkan pada saat itu.
Saking santainya, perjalanan yang harus ditempuh selama dua jam harus molor 1 jam lebih lama. Tapi nggak apa-apalah, yang penting bisa selamat sampai tujuan. Disepanjang perjalanan cuaca sangat tidak bersahabat. Hujan selalu mengguyur kami dan memaksa untuk berteduh ditempat-tempat tertentu. Setelah sedikit reda, kami melanjutkan perjalanan kembali dan begitu seterusnya hingga kami sampai di kawasan By Pass Padang. Tempat kami akan bertemu Witri.
Namun apa daya sesampainya disana hujan semakin deras dan sempat membanjiri tempat kami istirahat dan makan siang. Sehingga kamipun khawatir jika harus melanjutkan perjalanan. Dengan berat hati Taufik menelpon Witri untuk membatalkan perjalanan bari ini dan melanjutkannya keesokan pagi. Alhasil malam ini kami tidak jadi camping di pulau namun mencari tempat penginapan dengan harga terjangkau atau lebih tepatnya murah meriah untuk bermalam.
Keesokan paginya kami segera keluar dari penginapan dan menuju kawasan By Pass dekat dengan lokasi makan siang kemarin. Disana Witri dan teman-temannya sudah menunggu kami di tempat sarapan. Disanalah saya berkenalan dengan Witri, Poetro, Dina dan Ade yang akan menjadi teman perjalanan pada petualangan kali ini. Sarapan selesai dan perjalanan pun dimulai.
Sama halnya dengan hari sebelumnya, hujan seolah enggan berhenti menemani perjalanan kami. Sesekali kami harus berhenti juga karena hujan semakin deras, namun selagi masih memungkinkan untuk menempuh, kami terus mengendarai motor hingga akhirnya memasuki kawasan Sungai Pisang. Nah disinilah awal mula keberangkatan kami menuju Pulau Pasumpahan bermula.
Untuk mencapai Pulau ini sangat mudah. Dari kota Padang berjalan ke arah selatan hingga memasuki Kawasan Bungus Teluk Kabung. Di ujung kecamatan Bungus nantinya akan ditemui simpang kecil yang berada di sebelah kanan yang merupakan akses jalan menuju Sungai Pisang. Tapi hati-hati jangan sampai kelewatan ya...
Untuk menuju lokasi ini anda bisa menggunakan kendaraan roda dua ataupun roda empat. Hanya saja medan yang ditempuh saat itu masih cukup ekstrim. Jalan yang masih belum di aspal dan berlubang serta dipenuhi genangan air kami temui sepanjang jalan.
Sesampainya di lokasi pantai kawasan Sungai Pisang ini, kami mulai perjalanan dengan memakan waktu lebih kurang 10 menit menggunakan kapal kecil. Untuk biaya transportasi sangat terjangkau. Untuk satu kali trip (pp) dikenakan tarif Rp. 35.000,-/ orang . Selain tarif kapal nantinya para pengunjung akan dikenakan tarif masuk pulau sebesar Rp. 15.000,-/orang. Namun jika ingin camping disini anda akan dikenakan tarif Rp. 25.000,- / orang. Sangat terjangkau bukan? (Harga di Tahun 2015).
Sesampainya di pulau, setelah mengurus segala administrasi. Kamipun melihat plang yang bertuliskan "Pulau Pasumpahan". Disini kami langsung ditinggalkan oleh Pak Ali, si pemilik kapal, dikarenakan beliau harus menjemput penumpang lainnya yang ada di pantai ataupun pulau-pulau lainnya yang ada disekitar sini. Nantinya kami bisa menelpon beliau jika sudah puas menikmati keindahan pulau ini.
Sebelum menikmati segarnya air, kami meletakkan barang-barang bawaan dan segala perbekalan disebuah saung yang kebetulan pada saat itu tengah kosong. Tanpa membuang waktu, kami mulai kegiatan wisata ini dengan berfoto bersama sambil jalan-jalan mengitari pulau. Namun rasanya nggak sabar untuk menikmati keindahan pulau dengan hanya duduk dan berfoto. Kami langsung mengambil peralatan renang dan mulai menikmati segar dan jernihnya air disekitaran pulau. Saking jernihnya kami bisa melihat ikan-ikan berenang tanpa menggunakan kacamata renang.
Tak lama berselang hujan pun mulai turun. Saat itu kami mulai merapat ke saung. Sambil menunggu hujan reda, segala perbekalan dan peralatan masak kami keluarkan dari dalam kerel. Kegiatan masak-memasakpun dimulai dengan memanaskan air untuk menyeduh kopi terlebih dahulu. Setelah itu dilanjutkan dengan memasak mie instant, maklum memang sudah waktunya makan siang, jadi wajar apapun yang ada dihadapan kami ludes dengan seketika.
Langit makin kelam dan akhirnya kami memutuskan untuk menyudahi permainan kami kali ini. sebagian dari kami berbenah membereskan segala peralatan dan sisa sampah yang ada. Sedangkan sebagian lagi secara bergantian membersihkan badan dan mengganti pakaian di kamar bilas. Setelah semua selesai kamipun menunggu jemputan dan segera kembali ke bibir pantai.
Pengalaman yang paling berbekas dan nggak terlupakan, saat pulang dari lokasi, ketika harus menjajaki trek yang dipenuhi bebatuan, tiba-tiba saja motor yang saya dan Taufik kendarai mendadak mengeluarkan asap dari mesinnya. Sontak kami terkejut dan agak panik, karena tidak ada bengkel disekitar sini. Jangankan bengkel, rumah warga pun berjarak cukup jauh dari satu tempat ke tempat lainnya. Mau tidak mau, dikarenakan badan saya yang agak berisi (bisa dibilang bengkak...) dan turut prihatin melihat sepeda motor yang tak berdosa ini kandas di tengah jalan, akhirnya saya yang semula mengendarainya turun dan menyerahkannya kepada Taufik hingga pintu keluar.
![]() | |
Simak cerita Tantang Kawasan Mandeh |
Lumayan bikin ngos-ngosan juga berjalan sampai ke pintu keluar. Apalagi jalannya yang mendaki serta didukung dengan cuaca yang dari awal keberangkatan meninggalkan pulau hingga kepulangan diguyur hujan yang nggak ada hentinya. Penderitaan makin lengkap dikarenakan perjalanan yang akan kami lalui hingga ke Bukittinggi memakan waktu sekitar 4 jam lagi. Lebih parahnya lagi kalo ingat keesokan harinya adalah hari Senin. Jadi nggak memungkinkan lagi untuk menambah jadwal libur.
Bisa dibayangkan, wisata kali ini sangat menguji kesabaran. Namun keletihan ini terbayar sudah dengan keindahan pulau berpasir kuning dan bersih yang memanjakan mata dan kembali menyegarkan fikiran.
Komentar
Posting Komentar