Lebih kurang 11 tahun yang lalu, saya dan keluarga berkesempatan untuk melihat langsung sisa peninggalan amukan tsunami yang meluluhlantakkan Aceh di penghujung tahun 2004. Di awal tahun 2021 ini (23/01) saya kembali berkesempatan untuk mengunjungi saksi bisu keganasan tsunami Aceh yang terjadi belasan tahun silam, tepatnya 26 Desember 2004.
Siapa yang pernah menduga di pagi hari yang penuh kedamaian di kota yang diberi julukan Serambi Makkah ini tiba-tiba berubah 180° menjadi tempat yang mengerikan setelah diguncang gempa besar berkekuatan 9.1 - 9.3 SR. Tak lama berselang tiba-tiba air laut pun surut dan menghadirkan gelombang tinggi yang mencapai 15-30 M.
Bahkan guncangan gempa dan amukan tsunami ini tidak hanya terjadi di Aceh saja. Beberapa negara tetangga seperti Thailand, India, Sri Lanka dan masih banyak negara lainnya juga merasakan dampaknya. Tidak terbayang apa yang ada dipikiran penduduk Aceh saat kejadian ini terjadi. Sebagian masih diberi kesempatan untuk bisa menyelamatkan diri dan sisanya disaat yang sama pergi menghadap Sang Pencipta.
Keingintahuan mendalam saya yang ingin melihat lagi sejarah kelam yang cukup mencekam di Tanah Rencong ini kembali menghantarkan saya untuk menolak lupa akan kejadian Mahadahsyat yang membuat perhatian seluruh dunia tertuju pada negara-negara yang menjadi korban amukan tsunami, salah satunya Indonesia tepatnya di Kota Banda Aceh.
Lokasi yang paling ikonik dari kejadian amukan gelombang tsunami ini adalah tempat dimana terdapatnya Kapal PLTD 1 Apung. Kapal dengan luas 1.900 M² dan panjang mencapai 63 Meter ini terbawa arus hingga 2.4 KM dari titik awal keberadaanya.
Nggak kebayang dong, kapal seberat 2.600 ton ini bisa terseret gelombang tsunami sejauh itu? Mendengarnya saja bikin bulu kuduk merinding. Apalagi bagi orang-orang yang mengalami langsung. Mungkin membekas trauma yang amat sangat mendalam bila teringat kembali akan kisah pahit ini.
Lokasi terdapatnya kapal yang menjadi saksi bisu tsunami 2004 ini berada di Punge Blang Cut, Jaya Baru, Kota Banda Aceh). Saat ini telah dijadikan museum yang didalamnya banyak terdapat berbagai macam info mengenai tsunami yang bisa dijadikan pembelajaran untuk siapapun yang berkunjung kesini. Salah satunya mengenai Smong yakni pengetahuan lokal dari Masyarakat Simeulue terkait tsunami satu abad silam yang bisa dijadikan referensi dan pembelajaran.
Selain itu perhatian saya tertuju pada lokasi kedua. Dimana di lokasi ini terdapat sisa peninggalan dari kebringasan Tsunami dan Gempa yang terjadi di penghujung tahun 2004 silam. Dimana disini kita bisa melihat beberapa bukti nyata seperti sisa pepohon yang tumbang, kendaraan yang hanyut dan hancur serta berbagai dokumentasi berupa gambar dan video yang bisa kita saksikan disini. Lokasi ini bernama "Museum Tsunami Aceh" yang berada di Jalan Sultan Iskandar Muda, Banda Aceh.
Museum yang didirikan pada 26 Desember 2009 di Banda Aceh ini dirancang sebagai monumen simbolis untuk bencana gempa bumi dan tsunami Samudra Hindia 2004 sekaligus pusat pendidikan bencana dan tempat perlindungan darurat andai tsunami terjadi lagi (wikipedia).
Namun amat disayangkan, dikarenakan waktu yang terbatas dan juga ada beberapa spot disini yang sedang di maintenance membuat saya harus melewati beberapa spot yang semestinya sangat krusial untuk mendapatkan pemaparan jelas terkait bencana alam ini. Mudah-mudahan dilain kesempatan bisa kembali berkunjung ke lokasi ini.
Komentar
Posting Komentar