Salah satu cara saya menemukan kembali gairah dalam bekerja ataupun inspirasi yakni dengan melakukan traveling dan melepaskan diri dari hingar bingar kesibukan yang tiada pernah ada habisnya. Dengan melakukan perjalan ke berbagai lokasi wisata dapat membuat diri sejenak melupakan sekelumit permasalahan yang ada dan juga membuat diri kita lebih siap menghadapi tantangan yang ada di depan mata.
Perlahan segala permasalahan sirna seketika disaat saya dan teman-teman dihadapkan pada sebuah perjalanan yang menyita perhatian, ketelitian dan juga mengutamakan kebersamaan didalamnya.
Entah itu benar atau tidak, atau hanya anggapan saya saja, bahwa kita bisa mengetahui sifat asli seseorang dengan cepat ketika melewati satu perjalanan yang panjang. Apakah orang itu suka mengeluh, suka menolong, acuh tak acuh, penuh semangat dan lain sebagainya terlihat di perjalanan, terutama perjalanan yang penuh rintangan.
Pelajaran lainnya yang bisa saya dapati adalah dengan melakukan suatu hobi yang sama kita merasa lebih cepat membangun keakraban. Walaupun mungkin baru berkenalan dalam hitungan bulan, minggu, hari bahkan beberapa jam sebelum keberangkatan. Bahkan cerita dan segala uneg-uneg bisa lebih lepas disampaikan pada moment ini. Betul apa betul???
Mendaki Marapi sebenarnya sudah lama direncanakan. Hanya saja sempat berbenturan dengan berbagai kendala, sehingga baru bisa kami laksanakan setelah sekian bulan tertunda.
Seperti biasa sebelum perjalanan dimulai, kami mengadakan technical meeting ala kadarnya untuk membahas rencana keberangkatan. Kali ini saya bersama tiga teman lainnya yakni Indra, Yogi, dan Rahmad yang akan mencoba menaklukan puncak Gunung Marapi. Segala perbekalan diletakkan di satu tempat agar nantinya tidak ada yang tertinggal saat keberangkatan.
Untungnya Indra dan Rahmad sudah beberapa kali mendaki gunung dengan ketinggian 2891 Mdpl ini. Paling tidak mereka sudah tahulah bagaiman medan yang akan dilalui nantinya. Sedangkan bagi saya dan Yogi ini merupakan pengalaman pertama untuk menapaki kaki di puncak Gunung Marapi.
Perjalanan kami Mulai setelah menyelesaikan sarapan dan kami meluncur dengan dua sepeda Motor hingga sampai ke posko pendakian. Hal pertama yang harus kami lakukan adalah mengurusi pendaftaran dan administrasi di posko tersebut. Akhirnya perjalanan dimulai, diawali dengan doa bersama terlebih dahulu.
Berbeda dari pengalaman mendaki sebelumnya saat mendaki Gunung Talang yang kiri dan kanannya terhampar luas perkebunan teh. Sedangkan di Kaki Gunung Marapi banyak ditanami sayuran oleh warga sekitar yang berprofesi sebagai petani sayur. Karena wilayah ini memang terkenal sebagai pemasok sayuran untuk wilayah Bukittinggi, Agam dan sekitarnya.
Perjalanan menuju cadas Gunung Marapi memakan waktu lebih kurang lima jam perjalanan. Suatu hal yang paling saya syukuri saat itu adalah cuaca yang adem-adem ayem. Sesekali kami beristirahat dan melepas penat sambil menikmati kudapan yang ada. Hingga berhenti di suatu tempat yang agak sejuk untuk menikmati makan siang terlebih dahulu.
Tak lama berselang, perjalanan pun kami lanjutkan kembali hingga mulai melewati medan yang terjal, jalan yang semakin menyempit serta beban yang dirasa makin berat, membuat sekujur tubuh terasa pegal. Namun ada saja tingkah laku kami yang memancing gelak tawa seisi penghuni hutan... (monyet kali ah...) sehingga perjalan yang melelahkan ini tidak terasa begitu berat.
Perlahan tapi pasti dengan langkah terseok-seok akhirnya kami sampai di cadas Gunung Marapi, tempat kami akan berkemah malam ini. Agak bingung juga mencari tempat yang pas untuk mendirikan tenda. Karena hampir semua tempat penuh terisi oleh kelompok-kelompok pendaki. Maklum malam ini merupakan malam minggu. Kawasan Gunung Marapi merupakan salah satu spot tujuan berakhir pekan favorit disini.
Saat itu waktu menunjukkan pukul 5.00 sore. Udara di kawasan ini terasa dingin hingga menusuk ke tulang. Padahal sore itu Matahari masih dengan setianya memberikan kehangatannya di penghujung senja. Namun kehangatan yang dipancarkan terkalahkan dengan sepoi-an angin yang berhembus, kalo bisa dibilang bukan sepoi sih... lebih tepatnya amukan angin yang berhasil membuat kami menggigil.
Matahari perlahan kembali ke peraduannya, pertanda kegelapan malam mulai menyongsong. Kami menikmati keindahan pemandangan yang jarang bisa ditemui di tengah kota. Menikmati keindahan alam sambil bercengkrama bersama teman perjalanan merupakan moment indah yang tidak bakal terlupakan. Namun sayangnya dinginnya udara membuat kami tidak bisa berlama-lama berada di luar tenda.
Komentar
Posting Komentar